Sejarah selalu bergulir sesuai dengan perubahan zaman. Siapa yang berkuasa, pasti dapat dikatakan merekalah yang menjadi pemegang utama dalam penulisan sejarah. Sejarah
yang ditulisakan selalu menempatkan mereka pada titik tertinggi sesuai dengan keinginannya. Sejarah adalah lautan tanpa tepi. Mengutip Ibnu Khaldun (1332- 1406) dalam Muqaddimahnya sejarah adalah suatu penalaran kritis dan kerja yang amat cermat dalam mencari suatu
yang haq (kebenaran) dan tak terjebak pada hal-hal
yang bersifat tendensius.
Benar tidaknya sejarah dalam peradaban,
boleh dibilang tergantung siapa penguasanya,
tak terkecuali di Indonesia. Dari sekian banyak penjajah
yang pernah singgah, sejarah
Indonesia pun muncul dalam banyaknya versi bak jamur di musim hujan. Setiap orang mengatakan bahwa sejarah merekalah yang benar. Akhirnya memunculkan kontroversi berkepanjangan. Dan sejarah tentang Indonesia pun menjadi sesuatu
yang absurd.
Menulis
Indonesia bagaikan mengisahkan sekelumit misteri
yang rumit sekaligus menantang. Tak ubahnya mengupas sebiji bawang. Lapisan demi lapisan menguak sejarah,
namun begitu terkuak mata kita perih karenanya. Tapi, biarlah mata ini perih. Yang terutama adalah
berusaha mengelupasi lapisan-lapisan Indonesia
Memang gagasan tentang awal pemikiran dan pembentukan
Negara Indonesia sudah banyak menjadi perdebatan
yang cukup alot, terlebih oleh sejarawan Internasional. Berbagai kalangan mengklaim merekalah yang memunculkan ide tentang pembentukan Indonesia. Khususnya sejarawan Belanda
yang banyak memiliki data
tentang Indonesia, sehingga mereka beranggapan cikal bakal
Indonesia dibentuk mereka.
Negara
Indonesia baru muncul pada abad
ke-20 setelah melewati masa penjajahan
yang cukup panjang. Sebelumnya bangsa ini hanya berupa kepulauan
yang memiliki banyak bendera dan bahasa yang berbeda-beda pada setiap suku bangsanya. Namun perasaan kebangsaan antar suku di kepulauan ini menguat karena nasib
yang sama dibawah penjajahan Belanda,
dan perasaan ingin merdeka yang sama yang dirasakan setiap suku bangsanya.
Namun, mengapa bangsa ini menggunakan nama ‘Indonesia’
sebagai nama negaranya? Dari manakah sesungguhnya nama ini berasal? Siapakah
sesungguhnya penemu kata ‘Indonesia’ dan apakah arti dari ini sendiri?
Beberapa abad silam, abad ketika sejumlah intelektual dari Eropa datang dan mempelajari khasanah kepulauan ini: sosial,
budaya, ekonomi, politik, keragaman flora dan faunanya, agama
hingga antropoliginya. Siapa nama yang berkulit sawo matang dari ras polinesia itu?
Apa nama untuk kepulauan itu?
Sebelum abad 20, Indonesia tidak ada seorang pun
tahu nama kawasan kepulauan ini. Orang luar mengenal kepulauan ini dengan beberapa nama, antara lain, The Eastern Seas (LautanTimur), The Eastern Islands (KepulauanTimur),
dan Indian Archipelado (Kepulauan Hindia).
Belanda menamakan kepulauan ini sebagai Hindia, Hindia Timur atau Insulinde yang berarti Pulau-pulau Hindia. Seiring politik Belanda menguat,
nama kepulauan ini dikenal dengan Hindia (Timur) Belanda dan sebagian memandangnya sebagai Tropisch Nederland atau Kawasan Tropis Belanda.
Seorang pengelana dari Inggris pada 1850, George Samuel
Earl menyebut nama kepulauan ini dengan “Indu-nesians”. Namun, Ia merasa nama ini
terlalu umum untuk pendekatan entnografis. Dan kemudian istilah yang Dia anggap
paling khusus adalah “Malayunesians”.
Tapi, koleganya James Richardson Logan lebih memilih
“Indonesians”. Ia merasa kata itu lebih tepat dan benar untuk menjelaskan
istilah geografis, bukan entnografis. Kurang lebih gagasan yang dimaksudkan
adalah sebagai suatu bentuk mewadahi untuk apa yang kini disebut sebagai identitas
Indonesia. Logan memilih sebuah kesatuan negara-negara itu dengan sebutan
Indonesia dengan ungkapannya “I prefer the purely geographical term Indonesia
which merely shorter synonym for the Indians or the Indian archipelago”. Sampai
kemudian pada simpulannya “We thus get Indonesian for Indian Archipelagians or
Indian Islanders.
Penggunaan nama ini Ia gunakan dalam tulisan-tulisannya
“Indonesia,” “Indonesians”. Bahkan Ia membagi “Indonesia” dalam empat kawasan
geografis terpisah, membentang dari Sumatra sampai Formosa di Taiwan. Dari situ
sedikit demi sedikit kata “Indonesia” dipakai para antropolog dan linguis dari
Inggris, Perancis, Jerman maupun Belanda. Yang paling kentara, gagasan ini
muncul dalam sebuah majalah ilmiah tahunan pada 1847 di Singapura. Majalah itu
bernama Journal of the Indian Archipelago
and Eastern Asia atau JIAEA.
Majalah JIAEA ini dikelola oleh Logan dan Earl sendiri.
Penggunaan Istilah Indonesia oleh Logan ini diikuti oleh
E.T Hamy, seorang ahli antropologi asal Prancis untuk menjabarkan kelompok Ras
Pra-Melayu tertentu yang tinggal di kepulauan Indonesia. Hamy memperkenalkan
istilah baru tentang Ras Indonesia ini pada tahun 1877. Kemudian pada tahun 1880
istilah yang digunakan Hamy ini diikuti oleh antropologi Inggris. A.H Keane
yang menjelaskan bahwa Asia Tenggara sesungguhnya dibagi menjadi dua Ras besar
yaitu Mongoloid dan Indonesia. Didalam tulisannya Keane tidak membedakan kedua
ras ini karena Perbedaan Rasial, namun lebih kepada Bahasa dan lain-lain.
Etnograf terkenal dari Jerman, Adolf Bastian kemudian
melambungkan penggunaan nama “Indonesia” di kalangan akademisi Eropa. Ia
menggunakan kata itu dalam kumpulan tulisannya sebanyak lima jilid Indonesien Oder die inseln des Malayischen
Archipel yang terbit pada 1884-1894. Penggunaan nama “Indonesia” merujuk
pada pengertian budaya dan bukan pengertian politis..
Setelah 1900 popularitas dari istilah Indonesia mulai
menyebar luas. Dan istilah Indonesia ini sendiri seringkali digunakan oleh
kelompok-kelompok Nasionalis di Kepulauan Indonesia. Seperti PSI (Partai
Sarikat Islam) yang mengganti namanya menjadi PSII (Partai Sarikat Islam
Indonesia) Soekarno-Hatta yang dikenal sebagai Bapak Indonesia dan Slogan
Indonesia Merdeka atau Indonesia Raya yang pada akhirnya menjadi Judul Lagu Kebangsaan
Republik Indonesia. Bahkan istilah Indonesia pun dikaitkan kepada mitos Dewi
Reni sebagai Ibu Pertiwi atau Ibu Indonesia.
Tapi, istilah
Indonesia semakin lama semakin identik dengan Nasionalisme, bahkan penggunaan
istilah Indonesia mulai dikurangi oleh Pemerintah Belanda dan dianggap sebagai
sesuatu yang amat membahayakan posisi mereka di tempat jajahan mereka ini.
Hingga sampai pada akhirnya Bernard Vlekke pada tahun 1943 menuliskan cerita
singkatnya tentang Indonesia di Amerika Serikat, namun memberi judul bukunya
dengan judul Nusantara karena keputusan Belanda yang mereduksi penggunaan
istilah Indonesia. Vlekke sendiri mendapatkan istilah ‘Nusantara’ dari Ki Hajar
Dewantara, Seorang Akademisi Nasionalis Indonesia.
Sebenarnya asal-usul Indonesia ditemukan oleh Earl yang
ingin mencari analogi untuk Ras Melanesia dan Polinesia dan mulai menyebar
karena digunakan oleh beberapa akedemisi dalam buku-buku mereka untuk
mengungkapkan wilayah geografis kepulauan yang memiliki satu kebudayaan yang
sama. Dan ada beberapa akademisi lain yang menggunakan istilah Indonesia untuk
Ras selain Mongoloid yang tinggal di Asia. Namun seiring perkembangan waktu,
Indonesia umum digunakan oleh Nasionalis-nasionalis yang memperjuangkan
Kemerdekaan Bangsa Indonesia di bawah jajahan Belanda, hingga akhirnya bebas
dari jajahan dan tetap menggunakan nama Indonesia sebagai nama Bangsa dan
Negara Republik Kebangsaan mereka dan juga sebagai Bahasa Persatuan Bangsa
Indonesia, yaitu Bahasa Indonesia.
“Dan mencintai tanah air
Indonesia
dapat ditumbuhkan dengan
mengenal Indonesia
bersama rakyatnya dari dekat...
”
Soe Hok Gie (1942-1969)